hukuman tambahan terhadap predator atau pelaku kekerasan seksual terhadap anak, jauh sebelumnya, setahun lalu, Pemerintah Aceh bersama Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) sudah sepakat mengatur cara untuk menghukum para penjahat kelamin tersebut. Pengaturannya melalui Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat.
Caranya adalah dengan menerapkan sanksi utama (pokok) atau sanksi pilihan (opsional). Sanksi utamanya adalah uqubat (hukuman) takzir dalam bentuk cambuk, sedangkan sanksi opsionalnya adalah denda dalam bentuk emas murni atau hukuman kurungan (penjara), atau restitusi (uang/harta tertentu yang wajib dibayarkan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku jarimah, keluarganya, atau pihak ketiga atas perintah hakim).
Yang dimaksud dengan uqubat dalam konteks ini adalah hukuman yang dapat dijatuhkan oleh hakim terhadap pelaku jarimah (perbuatan yang dilarang oleh syariat Islam). Adapun takzir merupakan jenis uqubat yang telah ditentukan dalam qanun yang bentuknya bersifat pilihan dan besarannya dalam batas tertinggi dan/atau terendah.
Konkretnya, lihatlah Pasal 50 qanun ini. Di sini diatur bahwa pemerkosa anak diancam dengan uqubat takzir cambuk paling sedikit 150 kali, paling banyak 200 kali atau denda paling banyak 1.500 gram (sekitar 450 mayam -red) emas murni, paling banyak 2.000 gram (sekitar 600 mayam -red) emas murni atau penjara paling singkat 150 bulan, paling lama 200 bulan (setara dengan 16,6 tahun -red).
Nah, Qanun Jinayat tersebut disahkan pada 22 Oktober 2014, diundangkan dalam Lembar Daerah Aceh sehari kemudian. Tapi Pasal 75-nya menyebutkan bahwa qanun ini mulai berlaku satu tahun setelah diundangkan. “Artinya, tepat pada tanggal 23 Oktober 2015 qanun ini berlaku efektif di seluruh Aceh,” kata Kepala Dinas Syariat Islam (DSI) Aceh, Prof Dr Syahrizal Abbas MA melalui Kepala Bidang Hukum DSI Aceh, Dr Munawar A Djalil MA menjawab Serambi di Banda Aceh, Kamis (22/10) malam.
- Menurut Munawar
- Pasal Pasal
- Menurut Anggota DPRA, Darwati A Gani,
- Sementara itu, Dosen Fakultas Hukum Unsyiah, Saifuddin Bantasyam MA berpendapat,
- Ny Niazah A Hamid selaku istri Gubernur Zaini Abdullah tidak sepakat
Sum : Serambi Indonesia